Pilar Pembangunan Karakter


Dalam pengertian esensial, kita bisa menyebut karakter sebagai kualitas dan keunggulan komparatif yang membuat seseorang, sekelompok, atau tempat, yang berbeda dari yang lain. Dengan acuan dasar yang kokoh ini, jelas kita sebenarnya sedang memikirkan bagaimana menjadi manusia unggul pada zaman sekarang. Lantas, dari mana seharusnya membangun karakter?

13 November 2012
Pilar Pembangunan Karakter
  • Oleh Fuad Hidayat

Pewacanaan arti penting pendidikan karakter belakangan ini kembali menguat. Pengalaman penulis mengikuti berbagai diskusi, termasuk mencermati serangkaian pemberitaan, topik itu  muncul sebagai respons keprihatinan atas kemerosotan etika pada berbagai bidang kehidupan.
Sebut saja kemerebakan tawur antarpelajar di Jateng, pejabat di provinsi ini yang korup, kekurangmandirian jiwa wirausaha, kememudaran karisma pemimpin, dan sebagainya. Istilah karakter kemudian menjadi bagian terpenting yang seperti harus kembali disuarakan sebagai ide perbaikan kualitas pribadi.
Dalam pengertian esensial, kita bisa menyebut karakter sebagai kualitas dan keunggulan komparatif yang membuat seseorang, sekelompok, atau tempat, yang berbeda dari yang lain. Dengan acuan dasar yang kokoh ini, jelas kita sebenarnya sedang memikirkan bagaimana menjadi manusia unggul pada zaman sekarang. Lantas, dari mana seharusnya membangun karakter?
Dalam proses yang umum, kita tetap bergantung pada proses pendidikan. Dunia pendidikan mengandaikan pengajaran, pembelajaran, dan praktik lapangan yang semuanya harus menjadikan seseorang melakukan perubahan tiap saat. Karena itu, para guru merupakan pilar utama untuk memahami masalah ini.
Tapi tidak cukup hanya itu, pengajar seharusnya memiliki kualitas baik karena mustahil untuk memperbaiki orang lain, dirinya tidak memiliki karakter utama. Sejenak bergantung pada pihak pendidik, kita tidak akan merasa cukup karena pendidikan siswa juga bergantung pada latar belakang keluarga. Orang tua memiliki peranan mendorong pertumbuhan karakter/ kualitas unggul anak.
Tidak bisa orang tua berharap anak berkembang baik hanya dengan keyakinan menitipkannya ke sekolah atau pesantren. Para pemangku pendidikan senantiasa berharap perbaikan dari orang tua yang secara langsung memengaruhi mental, kecerdasan, dan perilaku hidup sang anak.
Para guru menyadari bahwa kualitas anak didik tidak bisa maju jika tidak memiliki latar belakang keluarga yang baik. Karena itu mereka sering berharap orang tua mendorong kuat kegiatan belajar secara baik dari rumah dan lingkungan di luar sekolah. Saling menggantungkan harapan memang tidak salah. Tetapi untuk sebuah perubahan yang konkret, sudah saatnya kita harus bertindak konkret pula.
Pribadi Unggul
Sebenarnya kandungan nilai-nilai Pancasila telah menjadi pedoman hidup yang baik manakala kita berbicara soal karakter.
Kata sila sejalan dengan makna etika, akhlak, adab, dan moral. Kerangka dasar norma luhur ini menjadi landasan utama karena di titik itulah letak keagungan manusia dibanding makhluk.
Persoalannya fakta di lapangan sering memusingkan kita. Katanya, ajaran agama itu baik, tapi laku keagamaan kita jauh berbeda. Katanya konstitusi negara kita luhur, tapi kemerosotan makin merajalela, dan seterusnya. Tanpa harus menyalahkan pihak mana pun, kita harus mengambil tindakan cepat.
Perbaikan dalam lingkup kecil harus kembali menggemakan nilai-nilai jiwa, seperti kemandirian, etos, etika, kreativitas, dan seterusnya. Terminologi Gramsci mengenal istilah intelektual organik, pengetahuan yg terpraktikkan. Maka kita juga butuh karakter yg terejawantahkan. 
Dalam arus pergaulan sehari-hari, nilai ini penting untuk dikemukakan, terutama oleh intelektual, elite politik, agamawan, dan sebagainya. Tentu bukan sekadar menggemakan melainkan juga  semangat mempraktikkan nilai-nilai itu sebagai hal utama. Menegakkan karakter tak bisa sendiri, tapi harus lewat saling kontrol, kritik, dan solidaritas demi meraih nilai itu.
Kita butuh kemajuan, bukan sekadar modernisasi dengan teknologi canggih atau kemakmuran ekonomi. Kita butuh perubahan, bukan sekadar berubah mengikuti arus zaman. Teknologi hanyalah alat, kemakmuran juga sarana, dan perubahan hanyalah proses. Esensi hidup tetaplah kebahagiaan, ketentraman, sikap bijak, dan harmoni. Semua hanya bisa diperoleh melalui pribadi-pribadi unggul, kompeten dalam bidangnya, dan mampu menjadi pemimpin di lingkungannya. (10)

–  Fuad Hidayat, Ketua Komisi A DPRD Jawa Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar