Menggali makna bersama Remy Sylado


Senin, 21 Januari silam, Majalah Tempo sampai di tangan. Membuka bagian dalamnya saya mendapatkan sebuah ulasan sosok Remy Sylado. Majalah ternama di negeri ini mengajak saya untuk menelisik masa lalu sang Maestro nomor wahid Indonesia tersebut. Selain mengupas kiprah keseniannya, juga banyak ulasan tentang proses kreatif disertai karya-karya dalam bidang musik, sastra, budaya, dan jurnalistik.  Hebat.
Tak diduga, dua hari kemudian saya mendapat pesan singkat bahwa Remy Sylado akan hadir di Temanggung dan informasi tersebut menyatakan para kandidat bupati dan wakil bupati Temanggung diundang untuk hadir. Kontan saya merasa mendapat kehormatan dan karena itu saya merasa harus hadir.
Remy Sylado adalah sedikit orang hebat yang menurut saya perlu digali sumber pengetahuan, gagasannya. Akhirnya, pada kamis 24 Januari, saya bisa bertemu dengan dirinya. Di pendopo Pengayoman itu saya bersama ratusan peserta mengikuti dialog seni, sejarah dan budaya. Bahkan setelah acara itu saya menyusul Remy Sylado yang sedang tertarik dengan Situs Liyangan.
Setelah diskusi dan mendapatkan banyak ilmu, saya pun mendapat tambahan pengetahuan dan keakraban karena banyak ngobrol dengan seniman nyentrik ini. Bahkan pada malam harinya saya bisa menjadi pewancara saat Remy siaran di Radio eRTe FM Temanggung.

Beberapa hal penting dari Remy Sylado yang akan saya camkan adalah.
1) Kita semua harus memperhatikan sastra. Sastra dengan kekuatan literaturnya akan menjadi bagian penggerak peradaban. Beragam jenis sastra yang harus digalakkan, mulai dari minat baca, minat menulis, hingga apresiasi. Generasi muda merupakan segmen terpenting dalam urusan ini.
 2) Memahami kebudayaan sebagai nilai asasi hidup manusia. Kebudayaan bukan hanya sebatas seni, melainkan jauh melampaui nilai, norma, etika, etos, hingga peradaban. Pembangunan manusia menurut Remy harus bersandar pada kebudayaan karena tanpa itu manusia akan menjadi robot.
3) Budaya itu melibatkan asimilasi, akulturasi, sinkretisme dan seterusnya. Karena itu kita tidak bisa berparadigma sempit dengan menilai salah dan benar, intim dan asing. Remy telah menegaskan agar kita tidak anti barat karena budaya barat selain tidak semuanya jelek, juga memang telah menjadi bagian hidup. Dalam hal ini saya memahami kita tidak boleh anti asing secara membabi buta. Karena alasan akulturasi, kita pun harus sadar bahwa pertukaran budaya merupakan sunnatullah. Sikap bijak kita adalah, menyerap yang baik, meninggalkan yang buruk.
4). Sejarah itu memiliki manfaat selagi kita memang mahir menafsir dan memaknai. Tanpa pemaknaan, sejarah hanya jadi dongeng beku. Situs liyangan bisa jadi tidak bermakna. Karena itu kita harus terus menggali energi sejarah tersebut. Bersama Remy misalnya, saya mendapatkan pemahaman baru, bahwa situs liyangan tersebut erat berkait dengan dinasti Ming, yang pernah sampai ke nusantara pada era 1400 tahun silam. Artinya di masa silam kita sudah mengalami pertukaran budaya dan itu menegaskan kepada kita agar toleran.
5) dan lain sebagainya yang belum sempat saya sampaikan di sini. Semoga catatan ini bermanfaat.
Bakti Kami
Fuad Hidayat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar